1. BERUANG MADU (HELARCTOS MALAYANUS)
Panjang tubuh 100-140 cm, panjang tungkai 18-21 cm dan panjang ekor 3-7 cm, serta berat badan 50-65 kg. Tubuhnya tampak kokok dan lebar, kepala panjang, leher pendek, telinga bulat dan mata relatif kecil. Daya pembaunya tajam, kaki berotot dengan lima jari yang berkuku meruncing. Tubuhnya tertutup mantel berwarna hitam, rambut lebat, bagian muka berwarna grey dan bagian leher depab nampak rambut-rambut membentuk sepertin kalung warna putih.
Perilaku : Beruang madu biasa hidup di atas pohon, membuat sarang dari potongan ranting dan daun-daunan. Hidup soliter kadang berkelompok dalam jumlah kecil, mencari makan pada waktu malam hari, bergerak bersama pasangannya dan tidur pada siang hari. Beruang madu adalah pemakan segala, gigi geraham yang datar memudahkan untuk mengunyah tumbuh-tumbuhan dan taring yang runcing sebagai alat penyobek daging.
Reproduksi : Beruang madu tidak mempunyai musim kawin tetapi perkawinan dilakukan sewaktu-waktu terutama bila beruang madu betina telah siap kawin. Lama bunting 95-96 hari, anak yang dilahirkan biasanya berjumlah dua ekor. Anak disusui selama 18 bulan.
Habitat : Di Hutan primer atau daerah perkebunan, hutan tropik dan hutan kayu; di wilayah Sumatera, Kalimantan, Semenanjung Malaysia, Indocina, Cina Selatan, dan Myanmar.
2. PENYU BELIMBING/ LEATHERY TURTLE
Penyu Belimbing (Dermochelys coriacea)
Penyu belimbing mempunyai daerah edar yang sangat luas hingga ke daerah beriklim dingin. Penyu belimbing dapat mencapai sekitar 300 cm, merupakan kura-kura terbesar di dunia. Perisainya tidak ddibentuk oleh tulang-tulang perisai berukuran besar, tetapi oleh tulang-tulang berukuran kecil tertanam di bawah kulit. Kaki tidak beracun.
Perkembangbiakan : Sekali bertelur dapat dihasilkan 115 butir telur yang agak lunak berukuran 60-70 cm.
Pewarnaan : Seluruh tubuhnya berwarna kehitaman dengan butir-butir atau bercak-bercak putih.
Status : Jarang, hampir punah, dilindungi; IUCN : terancam punah, CITES : Appendix I.
Habitat : Makanan utamanya ubur-ubur, dagingnya beracun, makanan hanya cumi-cumi, bulu babi, udang dan ikan. Rahangnya relatif ringkih karena tidak dapat memakan makanan keras.
Penyebaran :
Perairan tropika, laut seluruh Indonesia, PNG terutama yang berhubungan langsung dengan lautan bebas. Tempat bertelur di pantai barat Sumatera (Bengkulu), Pantai Selatan Jawa dan Nusa Tenggara.
3. KUNTUL KERBAU (BUBULCUS IBIS)
Kuntul Kerbau (Bubulcus ibis)
Berukuran kecil (50 cm), berwarna putih. Pada waktu berbiak : putih dengan kepala, leher, dan dada jingga pupus; iris, kaki, dan kekang merah terang. Pada waktu tidak berbiak : putih, kecuali sapuan jingga pada dahi sebagian burung. Kepala lebih bulat, serta paruh lebih pendek dan tebal. Iris kuning, kaki hitam.
Penyebaran : Tersebar sangat luas di seluruh dunia. Di Indonesia : Sumatera dan Jawa, Kalimantan pada musim dingin sebaga pengunjung. Umum di daerah rawa-rawa dan padang rumput.
Kebiasaan : Suka bergabung di padang rumput dengan sapi, kerbau atau banteng, tempat mereka menangkap lalat. Setiap sore, kelompok kecil terbang rendah dalam barisan di atas perairan, menuju tempat istirahat. Bersarang dalam koloni dalam jumlah besar.
4. KAKATUA JAMBUL KUNING
Kakatua Jambul Kuning (Cacatua sulphurea)
Berukuran besar (33 cm), ribut, mencolok, berwarna putih. Jambul kuning, panjang-tegak, pipi kuning, iris coklat gelap, paruh hitam, kaki abu-abu gelap.
Penyebaran : Endemik Sulawesi dan Nusa Tenggara. Kadang-kadang terlihat di Jawa dan Bali, kemungkinan burung yang lepas dari peliharaan.
Kebiasaan: Hidup berpasangan atau berkelompok dalam jumlah kecil. Sangat mencolok pada saat terbang, dengan kepakan sayap yang cepat dan kuat diselingi gerakan meayang dan saling meneriaki. Bila sedang bersuara dari tempat bertengger, jambul ditegakkan lalu diturunkan.
5. KUCING EMAS
Kucing Emas/Golden Cat merupakan jenis yang misterius dan sangat sulit di jumpai saat ini, sedikit sekali pengetahuan mengenai perilaku dan ekologi jenis ini, termasuk populasi mereka di dalam kawasan. pola hidup satwa ini belum diketahui secara jelas tidak seperti jenis kucing hutan lainnya.
Bulu berwarna mulai dari pirang coklat muda sampai hitam. Pada bagian kepala dan bagian bawah ekornya terdapat garis putih yang dapat dilihat dengan mudah. pada tahun 1996, melalui Photo Trapping, Untuk pertama kalinya berhasil terpetret seekor kucing Emas yang berwarna hitam pekat.
Satwa ini dapt ditemukan mulai dari dataran rendah sampai ketinggian 2.000 m dpl. Hidupnya tidak sesoliter jenis kucing yang lain dan sering terlihat bergerak dalam kelompok, keluarga atau berpasangan. Umumnya satwa ini bergerak di daratan meskipun mereka pandai memanjat dan aktif disiang hari, meskipun mereka pemburu yang ulung di waktu malam. Lokasi yang diperkirakan merupakan habitatnya adalah Tandai dan Gunung Seblat.
GOLDEN Cat/kucing emas kini hampir tak dapat lagi kita jumpai atau kita lihat karena hewan ini sudah hampir punah bersamaan dengan punahnya hutan habitat mereka, di mana mereka tinggal dan berkembang biak di Asia dan di Afrika. Kucing emas dari Asia sejak lama dianggap sangat dekat dengan spesies kucing emas dari Afrika. Namanya saja sudah menunjukkan betapa indah dan cantiknya kucing ini, yang badannya dibungkus bulu yang berwarna keemasan, meskipun mungkin bulunya itu juga tampak berwarna kecoklatan, abu-abu atau merah keemasan cerah.
Sebagaimana saudaranya kucing biasa, binatang ini kadang-kadang terlihat belang-belang tanpa menghilangkan warna spesifiknya. Binatang ini agak panjang dibanding dengan kucing biasa dan tidak pernah ditemui dengan warna hitam seluruhnya. Bagian belakang bundaran telinganya ada garis hitam pendek. Garis putih yang dibatasi warna putih terdapat di pipinya, yang muncul dari sudut bagian dalam matanya. Bagian perutnya selalu berwarna lebih terang dibanding bagian pinggulnya.
Lebih besar dari sepupunya dari Afrika, kucing emas Temminck Asia berukuran sebesar anjing. Ada lagi yang disebut Fishing Cat yang ditemukan di beberapa bagian dunia lainnya, yang ukurannya juga agak serupa.
Wozencraft, dalam penjelasannya yang kontroversial mengenai sistim klasifikasi mengenai binatang ini tahun 1993 menganggap kucing emas Temminck adalah jenis Catopuma, bersama dengan kucing teluk Borneo yang dikatakannya merupakan salah satu versi dari kucing Temminck (Wozencraft 1993) juga. Kucing emas Afrika terpisah dari dua spesies itu dan kini berdiri sendiri dengan jenis (genus) Profelis. Semua kucing-kucing ini diklasifikasikan sebagai Felis.
FLORA (TUMBUHAN LANGKA)
1. KANTONG SEMAR
KANTONG SEMAR
Tumbuhan ini sangat diminati oleh orang-orang di penjuru dunia karena keunikan dan kecantikannya. Tumbuhan ini di Indonesia disebut dengan nama "Kantong Semar" atau "Periuk Monyet".
Di Taman Eden 100, Tobasa, tumbuhan langka ini tumbuh subur dan terdiri dari bermacam-macam jenis, bentuk dan warna. Ada yang berwarna hijau muda, merah, ungu, kuning, dan loreng. Bentuk batang juga ada berbagai jenis antara lain ada yang menempel di tanah dan ada juga yang menjalar pada pohon-pohon rimba.
Teringat waktu dulu semasa kanak-kanak di lokasi taman Eden 100 ini hampir setiap hari kami dan teman-teman berpetualang ke hutan, dan dikala haus dan dahaga mulai terasa di tenggorokan kami mencari "kantong semar" yang muda dan masih tertutup. Kantong ini berisi air yang sangat bening dan sejuk, sangat baik untuk diminum.
Bagi yang hobby tanaman yang satu ini, ada baiknya anda mengunjungi langsung habitat aslinya di "Taman Eden 100", tapi jangan coba-coba untuk merusaknya demi kelestariannya. Masih banyak jenis-jenis tanaman yang bernilai jual tinggi di lokasi taman ini, dan akan kami coba untuk memperkenalkannya kepada anda dikemudian waktu.
2. ANGGREK HITAM LIAR (COELOGYNE PANDURATA)
Anggrek hitam adalah salah satu spesies anggrek yang dilindungi di Indonesia karena terancam kepunahan di habitat aslinya. Anggrek hitam yang dalam bahasa latin disebut Coelogyne pandurata merupakan flora identitas (maskot) propinsi Kalimantan Timur. Populasi anggrek hitam (Coelogyne pandurata) di habitat asli (liar) semakin langka dan mengalami penurunan yang cukup drastis karena menyusutnya luas hutan dan perburuan untuk dijual kepada para kolektor anggrek.
Anggrek hitam (Coelogyne pandurata), sebagaimana namanya, mempunyai ciri khas pada bunganya yang memiliki lidah (labellum) berwarna hitam. Anggrek langka ini dalam bahasa Inggris disebut sebagai “Black Orchid”. Sedangkan di Kalimantan Timur, Anggrek Hitam yang langka ini mempunyai nama lokal “Kersik Luai”. Meskipun Anggrek hitam identik dengan Kalimantan tetapi jenis anggrek ini selain di hutan liar Kalimantan juga tumbuh liar di Sumatera, Semenanjung Malaya dan Mindanao, Pulau Luzon dan Pulau Samar Filipina.
Ciri-ciri Anggrek Hitam. Jenis anggrek ini dinamakan Anggrek hitam lantaran memiliki lidah (labellum) berwarna hitam dengan sedikit garis-garis berwarna hijau dan berbulu. Jumlah bunga dalam tiap tandan antara 1 hingga 14 kuntum atau lebih. Garis tengah tiap bunga sekitar 10 cm. Daun Kelopak berbentuk lanset, melancip, berwama hijau muda, panjang 5-6 cm, lebar 2-3 cm. Daun mahkota berbentuk lanset melancip berwarna hijau muda bibir menyerupai biola, tengah-tengahnya terdapat 1 alur, pinggirnya mengeriting, berwama hitam kelam atau coklat tua.
Daun Anggrek hitam berbentuk lonjong berwarna hijau dengan panjang berkisar antara 40-50 cm dan lebar antara 2-10 cm. Sedangkan buah Anggrek hitam berbentuk jorong dengan panjang sekitar 7 cm dan lebar antara 2-3 cm. Dari keseluruhan bunga tidak banyak yang menjadi buah.
Ciri khas anggrek hitam lainnya yang membedakan dengan jenis anggrek lainnya adalah mengeluarkan bau semerbak. Biasanya tanaman itu mekar pada Maret sampai Juni. Anggrek hitam sebagaimana anggrek pada umumnya, tumbuh menumpang pada tumbuhan lain (epifit). Biasanya anggrek langka ini menempel pada pohon tua yang hidup di daerah pantai atau rawa.
Anggrek hitam (Coelogyne pandurata) tumbuh di tempat teduh. Umumnya jenis anggrek yang menjadi fauna identitas Kalimantan Timur ini tumbuh di dataran rendah pada pohon-pohon tua, di dekat pantai atau di daerah rawa dataran rendah yang cukup panas dan dekat sungai-sungai di hutan basah.
Tanaman yang epifit (hidup menumpang di tumbuhan lain) ini berkembang biak dengan dengan biji. Namun Anggrek hitam juga dapat dikembangbiakkan dengan cara memisahkan umbi semunya. Anggrek Hitam Liar yang Makin Kelam. Populasi anggrek hitam (Coelogyne pandurata) di habitatnya yang liar semakin hari semakin langka. Meskipun menurut PP Nomor 7 Tahun 1999 anggrek ini dilindungi dan dilarang diperdagangkan bebas (kecuali hasil penangkaran), namun perburuan yang dilakukan untuk mengambil dan menjual jenis anggrek ini ke kolektor anggrek tidak kunjung mereda. Selain itu, mulai beralihnya fungsi hutan untuk perkebunan dan pemukiman serta terjadinya kebakaran hutan yang terjadi tiap tahun semakin membuat populasi Anggrek hitam di alam liar semakin terancam kepunahan.
Mungkin para pecinta dan kolektor anggrek sebelum membeli Anggrek hitam musti teliti, apakah anggrek hitam yang dibeli itu hasil penangkaran atau hasil perburuan dari alam liar. Meskipun banyak pecinta anggrek yang mengoleksi Anggrek hitam, tetapi kepunahan spesies ini di alam bebas tetap merupakan kerugian yang besar bagi biodeversity Indonesia. Jangan sampai para pecinta anggrek justru menjadi penyebab utama kepunahan Anggrek hitam di alam liar.
Klasifikasi ilmiah: Kerajaan: Plantae; Divisi: Magnoliophyta; Kelas: Liliopsida; Ordo: Asparagales; Famili: Orchidaceae; Genus: Coelogyne; Spesies: Coelogyne pandurata; Nama binomial: Coelogyne pandurata.
3. ANGGREK TIEN SOEHARTO (Cymbidium hartinahianum)
Sumatera Utara boleh berbangga karena memiliki salah satu jenis tumbuhan (jenis anggrek) yang endemik atau yang hanya tumbuh di Sumatera Utara. Kebanggaan ini bertambah lagi disebabkan pada anggrek tersebut ditabalkan nama ibu negara almarhumah Hj. Siti Hartinah Soeharto. Yaitu Anggrek Tien Soeharto atau sering juga disebut dengan Anggrek Hartinah (Cymbidium hartinahianum).
Habitatnya ditemukan di Desa Baniara Tele Kecamatan Harian Kabupaten Tapanuli Utara (berbatasan dengan Kabupaten Dairi). Lokasi dapat dicapai dengan kendaraan pribadi maupun kendaraan umum dari kota Medan melalui kota Sidikalang (ibukota Kabupaten Dairi) sejauh 400 km selama lebih kurang 5 jam perjalanan. Mengingat habitatnya berupa semak-semak yang tidak terawat serta sebagian lagi lokasi perladangan penduduk dan ditambah lagi tidak adanya petunjuk khusus (seperti papan informasi) tentang keberadaan lokasi ini, maka bagi yang belum pernah akan mengalami kesulitan untuk menemukan. Oleh karena itu disarankan agar terlebih dahulu menghubungi kantor Balai Konservasi Sumber Daya Alam I Medan atau langsung pada Kantor Sub Seksi Konservasi Sumber Daya Alam Dairi di Sidikalang yang akan membantu menunjukkan lokasinya.
PENEMU : Anggrek ini pertama kali ditemukan oleh Rusdi E Nasution, seorang peneliti dari Herbarium LBN/LIPI Bogor pada tahun 1976. Ketika itu anggrek ini tidak ditemukan dalam berbagai pusta maupun dalam koleksi. Kemudian oleh peneliti tersebut bersama peneliti lainnya J.B. Comber memberi nama ilmiah Cymbidium hartinahianum yang juga berarti anggrek Tien Soeharto pada hasil temuannya. Penabalan ini Ibu Negara pada jenis anggrek ini merupakan penghargaan atas jasa-jasanya dalam rangka pengembangan dunia peranggrekan di Indonesia.
INDENTIFIKASI : Anggrek Tien Soeharto tumbuh baik ditempat terbuka diantara rerumputan serta tanaman lain seperti jenis paku-pakuan, kantong semar, dan lain-lain pada ketinggian 1.700 meter diatas permukaan laut. Anggrek ini merupakan anggrek tanah yang pertumbuhannya merumpun. Daunnya berbentuk pita berujung meruncing dengan panjang 50-60 cm. Bunganya berbentuk bintang bertekstur tebal. Daun kelopak dan daun mahkotanya hampir sama besar, permukaan atasnya berwarna kuning kehijauan dan permukaan bawahnya kecoklatan dengan warna kuning pada bagian tepinya.
UPAYA KONSERVASI : Habitat Anggrek Tien Soeharto di Baniara, Tele berada di luar kawasan hutan, tepatnya pada areal kebun penduduk, yang diperkirakan hanya tinggal lebih kurang 1.200 meter persegi. Sebagai lahan kosong, yang tidak dimanfaatkan, selalu terbuka peluang pemanfaatan lahan untuk berbagai kegiatan seperti misalnya pendirian bangunan/gedung dan perluasan kegiatan perladangan penduduk. Kalau sampai ini terjadi baik habitat maupun populasinya akan musnah. Oleh karena itu perlu langkah-langkah penyelamatan melalui penetapan habitat dimaksud sebagai kawasan konservasi disamping mengadakan budidaya di luar habitat aslinya (konservasi ex situ).
4. BUNGA BANGKAI (Amorphophallus titanum)
Bunga Bangkai (Amorphophallus titanum) ini tumbuh di Kawasan Taman Wisata/Cagar Alam Sibolangit. Bunga ini memberi pesona tersendiri karena dismping keindahan juga pertumbuhannya yang tinggi dan besar. Itulah sebabnya disebut juga dengan Suweg Raksasa. Bunga yang tumbuh 1995, tingginya mencapai 210 cm. Sedangka sebelumnya tahun 1989 tingginya mencapai 150 cm. Dan diprediksi akan tumbuh lagi pada tahun 2000 di Taman Wisata Sibolangit.
PENEMU : Bungan Bangkai (Amorphophallus titanum) pertama kali ditemukan di Sibolangit pada tahun 1920-an. Adapun penemu pertama jenis bunga ini adalah Odoardo Beccari seorang pakar botani berkebangsaan Italia. Ketika itu, tahun 1878, dalam perjalanannya di Kepahiang – Rejang Lebong (Bengkulu) ia menemukan tumbuhan bunga bangkai. Kemudian oleh rekannya Prof. Giovanni Arcaneli dari Turki, diberi nama ilmiah Amorphophallus titanum terhadap hasil temuan Beccari tersebut. Sejak itu dunia botani mengenal bunga bangkai dengan nama Amorpophallus titanum Beccari. Bau bunga menimbulkan kesan tidak enak, seolah-olah bau bangkai yang busuk seperti bangkai tikus, dan dari bau inilah maka namanya disebut bunga (kembang) bangkai.
IDENTIFIKASI : Bunga ini muncul dari dalam tanah berasal dari umbi tumbuhan yang telah hilang pada akhir masa pertumbuhannya. Dalam masa perkembangan, bunga atau kembang sangat tergantung pada umbi yang ada di dalam tanah. Bunga ini terdiri dari : tangkai bunga, kelopak atau selundang dan bongkol berbentuk tugu ditengah-tengah kelopak bunga. Perkembangan bunga yang dimulai sejak berbentuk kuncup hingga menjadi kayu diperkirakan kurang lebih 2 bulan. Bahkan bunga bangkai yang tumbuh di Taman Wisata Sibolangit pada tahun 1995 masa siklus dari mulai kuncup hingga mekar jauh leih cepat sekitar 22 hari dan waktu tercepat pada saat kelopak bunga layu hanya sekitar 24 jam. Bunga bangkai (cadaver scent), terutama di malam hari, yang terkadang aromanya dapat tercium sejauh 25 meter dari tempat tumbuhnya, menarik dan merangsang lalat serta serangga lainnya untuk melakukan penyerbukan.
Banyak orang mengidentikannya dengan bunga bangkai yang satu lagi yaitu Rafflesia arnoldi bunga terbesar di dunia (padma raksasa). Pada hal keduanya memiliki perbedaan yang sangat prinsipil. Persamaan yang paling menonjol diantara kedua kembang ini terletak pada bau atau aroma yang disebarkan. Sedangkan perbedaannya meliputi :
· Dalam hal bentuk, dimana Rafflesia arnoldi berbentuk bundar melebar sedangkan Arorphophallus titanum berbentuk kerucut seperti agung yang masih berbalut;
· Bianga Arorphophallus titanum adalah umbi yang tertanam di dalam tanah. Sedangkan Rafflesia arnoldi merupakan parasit yang tumbuh pada akar-akar liana dan yang menyebarkannya terutama adalah babi hutan yang tidak sengaja melukai akar liana dengan injakan. Pada injakan bekas kuku babi hutan itulah spora rafflesia tersimpan dan menemukan tempat yang cocok untuk tumbuh.
5. DAUN SANG (Johannestijsmania altifrons)
Tumbuhan ini hanya dijumpai di daerah Besitang tepatnya di kawasan 242 Aras Napal, dan beberapa daerah disekitar kawasan tersebut. Persebaran tidak luas dan bersifat endemik tidak ditemukan ditempat lain. Besitang dapat dicapai dari Medan 2 jam kearah perbatasan Sumatera Utara dan Aceh, selanjutnya ke lokasi di[erlukan waktu 2 jam menuju aras Napal (daerah sekundur), melewati kebun sawit, jalan sangat jelek, bahkan pada musin penghujan sulit dilalui.
PENEMU : Daun Sang Pertama kali ditemukan oleh Propesor Teijsman seorang ahli botani dari Belada. Menurut IUCN jenis tumbuhan ini telah masuk dalam Red Data Book sebagai jenis yang terancam punah.
IDENTIFIKASI : Daun Sang adalah termasuk keluarga Palmae, yang memiliki daun tunggal ukuran besar mencapai 3 meter panjang dan lebar 1 meter. Karena ukuran dan daunnya yang kuat, masyarakat setempat dahulu memanfaatkan untuk atap rumah. Jenis ini termasuk tumbuhan yang tidak tahan kena sinar matahari langsung (jenis toleran), lebih sering hidup dibawah naungan pepohonan. Hidup berkelompok membentuk rumpun namun penyebarannya sangat terbatas. Perkembangan jenis ini lebih banyak berasal dari dari anakan dari pada bijinya yang tertutup oleh kulit tebal yang berbentuk bulat dan bergigi.
UPAYA KONSERVASI : Perubahan habitat berupa penebangan hutan dikonversi menjadi kebun sawit atau perkebunanan, telah menyebabkan tumbuhan ini berkurang populasinya. Dengan adanya pembukaan tajuk, menyebabkan sinar matahari langsung menerpa Daun Sang lama kelamaan mengering dan mati. Dengan mengupayakan pencegahan pembukaan hutan bearti mencegah punahnya jenis ini.